Anda di sini
Beranda > Berita > Standar Sekolahrumah Mulai Disusun, Kepala BSKAP: Terjemahkan Yang Ideal Menjadi Regulasi

Standar Sekolahrumah Mulai Disusun, Kepala BSKAP: Terjemahkan Yang Ideal Menjadi Regulasi

Bogor, phi.or.id – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengundang Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan tentang standar sekolahrumah. Rapat babak pertama dibuka oleh Nur Berlian Venus Ali dari Pusat Standar dan Kebijakan (PSKP) Kemendikbudristek pada hari Rabu (24/8) malam di Hotel Salak, Bogor.

Hadir secara daring, dalam sesi pembukaan, Kepala BSKAP Anindito Aditomo menyampaikan bahwa penyusunan standar sekolahrumah ini tidak dimulai dari nol, tapi melanjutkan kerja awal yang sudah dilakukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Seperti pernah diberitakan, sebelum dibubarkan tahun 2021 lalu, BSNP sudah menyusun draf aturan standar sekolah rumah serta naskah akademiknya. PHI juga turut serta menyusun draf tersebut.

“Draf yang sudah dikembangkan BSNP secara substansi sudah baik, ini nanti akan kita siapkan untuk menjadi Permendikbud. Hanya tinggal bagaimana standar sekolahrumah ini nanti disesuaikan dengan peraturan-peraturan yang sudah keluar tentang standar-standar pendidikan yang baru, khususnya SKL [standar kompetensi lulusan]. Perlu diselaraskan. Multi-entry multi-exit perlu dijaga, supaya kalau ada perpindahan dari sekolah formal ke sekolahrumah atau sebaliknya, bisa terjadi dengan mulus,” kata Anindito.

Anindito meminta Poncojari Wahyono dari Universitas Muhammadiyah Malang dan Elih Sudiapermana dari Universitas Pendidikan Indonesia, yang dahulu menjadi koordinator tim dalam penyusunan aturan standar sekolahrumah di BSNP, kembali memimpin kerja kali ini.

Prioritas Bahasan

“Naskah yang dibuat oleh BSNP dulu sudah cukup lengkap. Namun, sekarang ada PP 57/2021 dan beberapa Permen [peraturan Mendikbudristek] yang terbit awal 2022 dari tentang SKL sampai standar evaluasi. PR kita menyesuaikan naskah lama dengan itu. Sekolahrumah kompleksitasnya tinggi, maka kita tentukan standar yang minimal. Jangan sampai pesekolahrumah tidak bisa lanjut pendidikannya. Aturan ini harus mempermudah keluarga menyelenggarakan sekolahrumah,” demikian Poncojari menanggapi.

Elih melanjutkan, “Dulu perjuangan penyusunan standar sekolahrumah adalah agar fleksibilitasnya diakui dan dilindungi oleh negara. Sekarang dengan peraturan baru sudah lebih terwadahi, standar isinya lebih esensial, standar proses dan sarana-prasarana, lebih memberi ruang kebebasan untuk pendidik. Secara prinsipiil arah peraturan-peraturan merdeka belajar itu sudah searah dengan sekolahrumah. Yang akan lebih jadi masalah adalah tindak lanjut operasionalnya.”

Beberapa masalah operasional yang diidentifikasi oleh Elih antara lain ketentuan tentang lembaga akreditasi mandiri bagi pesekolahrumah seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, cara pesekolahrumah mengaksesnya, serta penggunaan istilah homeschooling oleh lembaga-lembaga pendidikan nonformal.

Menanyakan Janji Aturan yang Lebih Ideal

Saat diberi kesempatan berbicara, Koordinator Nasional PHI Ellen Nugroho menggarisbawahi pentingnya pengakuan dan perlindungan untuk fleksibilitas. “Kebijakan nantinya harus memberi kepercayaan pada orangtua, bahwa orangtua mampu mendidik anaknya, bukan sekadar menjadi pencari nafkah untuk membayari sekolah atau menjadi perpanjangan tangan sekolah untuk mengawasi pengerjaan PR. Jadi perlu dipastikan bahwa orangtua diberi hak melakukan kustomisasi atau personalisasi proses belajar untuk anak-anaknya,” lontarnya.

Ellen juga mengingatkan Kepala BSKAP tentang beberapa hal yang pernah dijanjikan Kemendikbudristek dalam sesi-sesi pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) terdahulu. Yang pertama, adanya pengakuan hasil belajar pesekolahrumah tanpa harus menumpang pada jalur pendidikan lain yang beda standar isi dan standar prosesnya. Kedua, adanya lembaga evaluasi independen yang bisa diakses oleh anak dari semua jalur pendidikan, baik dari sekolah (formal), PKBM, sekolah alternatif, maupun sekolahrumah.

Menerjemahkan Ideal ke dalam Regulasi

Menanggapi lontaran para peserta, Anindito menegaskan bahwa di Kemendikbudristek saat ini ada dua prinsip yang dijunjung tinggi.

Pertama, fleksibilitas untuk menumbuhkan inovasi. “Kita tidak lagi berpretensi bahwa ada satu standar [teknis] yang berlaku untuk semua konteks, itu tidak mungkin. Ada praktik-praktik pendidikan yang sudah lebih dulu berkembang di lapangan yang tidak sesuai dengan standar. Jadi di satu sisi, kita tetap buat norma-norma untuk acuan bersama, tapi fleksibilitas dijaga. Kalau standar sekolah formal saja begitu [memberi ruang bagi fleksibilitas], apalagi sekolahrumah,” ujarnya.

Kedua, keberpihakan pada anak. “Dalam membuat regulasi dan program, yang kita pikirkan adalah dampaknya pada well-being anak secara utuh. Sekolah atau keluarga menjadi lingkungan yang aman, inklusif, menantang,” jelasnya.

Dua prinsip pokok itulah yang, kata Anindito, perlu diterjemahkan oleh tim penyusun agar menjadi regulasi. “Ini bukan hal yang mudah. Jadi kalau misalnya nanti prosesnya harus ada pembongkaran yang lebih mendasar, silakan, meski konsekuensinya tentu butuh waktu yang lebih panjang.”

Mekanisme yang Lebih Adil

Secara khusus menanggapi lontaran Ellen mengenai pengakuan hasil belajar pesekolahrumah, Anindito mengakui bahwa mekanisme yang sekarang kurang ideal.  “Pesekolahrumah masih harus terdaftar di lembaga pendidikan lain, seolah-olah peserta didik di situ. Namun problem ini solusinya tidak bisa di aturan standar sekolahrumah, tapi di aturan yang satu level lebih tinggi, yaitu peraturan pemerintah, yakni PP tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.”

Lebih lanjut Anindito mengatakan bahwa seingat dia sudah diperjuangkan ada mekanisme yang lebih adil untuk pengakuan hasil belajar semua anak, termasuk untuk pesekolahrumah. Dia berjanji akan mengecek kembali draf peraturan pemerintah tersebut.

Anindito menyebutkan bahwa nantinya tim penyusun juga akan melibatkan direktorat-direktorat teknis terkait. “Kita perlu libatkan direktorat teknis yang nantinya akan mengatur [pelaksanaannya], yang akan menyusun rencana anggaran dan program, supaya ada buy in, mereka memberi persetujuan dan dukungan sejak awal [pada standar sekolahrumah].”

Rapat diakhiri dengan sosialisasi jadwal kerja tim penyusun, mulai dari pembuatan naskah akademik, rancangan Permendikbudristek, tukar pendapat dengan para pakar dari luar tim, sampai uji publik dan penyempurnaan. Proyeksinya kerja maraton penyusunan aturan standar sekolahrumah ini bisa selesai di awal Oktober.

Leave a Reply

Top