PHI Bermitra dengan PKBM Tunas Harapan Salatiga untuk Layanan Ujian Kesetaraan Homeschooler Berita by admin - 10 July 201724 August 20170 Post Views: 178 Penulis: Prajna Paramita Salatiga, phi.or.id – Perserikatan Homeschooler Indonesia (PHI) menjalin kerjasama dengan PKBM Tunas Harapan Salatiga untuk memberi layanan ujian kesetaraan bagi para anggota PHI. Nota kesepahaman antara kedua belah pihak resmi ditandatangani Senin (10/7) pagi ini di Salatiga antara Koordinator Nasional PHI Ellen Kristi dan Ketua PKBM Tunas Harapan Zaenal Arifin. “Kami siap membantu kawan-kawan homeschooler, mulai dari pengurusan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) sampai nanti anak-anak tuntas mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) Paket A, B, dan C,” kata Zaenal usai penandatanganan Memorandum of Understanding sepanjang tiga halaman tersebut. Dalam butir pertama MoU disebutkan bahwa kedua belah pihak menjalin kerjasama dengan tujuan agar anak-anak pesekolahrumah (homeschooler) bisa tuntas mengikuti ujian kesetaraan dan memperoleh ijazah kesetaraan sebagaimana diatur perundang-undangan dengan menghormati kemerdekaan belajar anak-anak tersebut. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 129 Tahun 2014 tentang Sekolahrumah, praktisi pendidikan informal harus menginduk ke lembaga nonformal untuk bisa mengikuti UNPK dan mendapatkan ijazah kesetaraan dari negara. Lembaga nonformal yang dirujuk adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau atau Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Sayangnya, masih banyak PKBM atau SKB yang belum paham esensi homeschooling sehingga menuntut anak homeschooler menjalani proses yang serupa dengan warga belajar reguler mereka. Sebagian homeschooler di berbagai kota juga mengeluhkan pungutan yang mereka rasa terlalu mahal untuk biaya mengikuti ujian kesetaraan. “Selaku organisasi yang memperjuangkan hak-hak homeschooler, PHI berusaha memetakan dan bekerjasama dengan SKB atau PKBM yang homeschooler-friendly di tiap kota dan kabupaten, supaya homeschooler anggota PHI tidak bingung lagi harus ke mana kalau mau mencari naungan administratif untuk anak-anaknya,” terang Ellen tentang alasan PHI bermitra dengan PKBM Tunas Harapan Salatiga. Menurut ibu tiga anak ini, kriteria lembaga nonformal yang ramah pesekolahrumah itu antara lain memberi keleluasaan pada keluarga homeschooler untuk mengelola proses belajar, evaluasi harian, dan penilaian hasil belajar harian anak-anak pesekolahrumah. Kemudian, ada transparansi dan fleksibilitas soal biaya pendidikan yang dikutip dari keluarga homeschooler dengan jumlah yang wajar. Pengelola lembaga juga diharap bersikap komunikatif, proaktif memberikan update kebijakan teknis, juga memberi layanan yang cepat, responsif, rapi dan akuntabel kepada orangtua/wali. Di sisi lain, PHI melihat keluarga homeschooler juga masih perlu edukasi tentang berbagai kebijakan yang mengatur praktik pendidikan berbasis keluarga. “Kita tidak boleh tutup mata bahwa ada juga oknum-oknum beritikad buruk di lembaga nonformal, mereka akan memanfaatkan ketidaktahuan keluarga homeschooler untuk mengeruk keuntungan materiil,” amar Ellen. Saat ini, PHI mengelola satu grup Whatsapp khusus bagi orangtua homeschooler anggota PHI sebagai ajang tanya-jawab, berbagi informasi dan sosialisasi kebijakan pengurusan NISN, pelaksanaan evaluasi dan penyusunan hasil belajar, serta persiapan UNPK dan UPK. “Selain terbantu dalam mengurus NISN, di grup ini saya juga bisa berjejaring sesama keluarga homeschooler, jadi bisa dapat banyak informasi walaupun tidak dapat bertemu langsung dengan teman-teman di berbagai daerah,” kata Lena Karolina, anggota PHI dari Jakarta Selatan. “Dan lebih paham tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk ujian paket,” timpal Gita Avianty dari Bekasi. “Informasi dari grup ini membantu orangtua homeschooler nantinya berurusan dengan pihak eksternal, termasuk dinas pendidikan setempat,” imbuh Ratih Wisnusari dari Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Share it: